Friday, December 6, 2013

Djoko Susanto : Bisnis Retail Alfamart


Pada usia 17 tahun, Djoko Susanto mulai mengurus kios sederhana milik orang tuanya di Pasar Arjuna, Jakarta. Toko itu dinamakan Sumber Bahagia, yang menjual bahan makanan. Tapi, tak lama kemudian, Djoko melihat ada kesempatan yang lebih besar dengan menjajakan rokok. Saat itu, tahun 1960-an, Bisnis tersebut dengan cepat membuat para perokok dan pengusaha grosir serta pengecer menjadi pelanggan tetap.

Dia bertaruh, perokok akan membayar lebih banyak daripada yang dibayangkan. Hal ini menarik perhatian Putera Sampoerna, yang mempunyai perusahaan rokok tembakau dan cengkeh terbesar di Indonesia saat itu. Mereka bertemu pada awal 1980 dan bersepakat pada 1985 untuk membuat 15 kios di beberapa lokasi di Jakarta.

Hal ini dilakukannya pada tahun 1960 an. Visi nya dalam berbisnis rupanya sangat bagus, beliau dapat melihat bagaimana sebuah bisnis rokok akan dapat berjalan dengan baik dan memiliki potensi yang besar di masa akan datang. Dengan pemikiran yang dimiliki Djoko tentang potensi usaha rokok, Putera Sampoerna menjadi rekan kerjanya dan mereka membuka kios rokok baru di kawasan Jakarta. Nampaknya dewi fortuna mampir pada mereka dan usaha tersebut berjalan dengan sangat baik.

Upaya itu berhasil dan menginspirasi mereka untuk membuka supermarket yang dinamakan Alfa Toko Gudang Rabat. Pada tahun yang sama, Djoko menjadi direktur penjualan dan distribusi pada perusahaan milik Sampoerna yang sedang bertumbuh dan terus menjadi besar.

Kedua orang itu kemudian membuka toko Alfa Minimart (yang kemudian akan dikenal sebagai Alfamart) pada 1994 untuk menarik konsumen kelas menengah ke bawah yang mencari harga murah dan kenyamanan. "Saya berpikir untuk menamakannya Sampoerna Mart, tapi saya menggunakan Alfa, merk yang sudah dikenal dan teruji," kata Djoko.

Kerjasama tersebut berakhir pada 2005, ketika Sampoerna menjual bisnis tembakau, beserta anak perusahaannya (termasuk 70 persen bagian perusahaan Sampoerna yang ada di Alfamart), kepada Philip Morris International dengan nilai lebih dari US$ 5 miliar.

Philip Morris yang tidak tertarik bisnis retail, kemudian menjual saham Alfamart pada Djoko dan investor ekuitas swasta, Northstar. Tahun lalu, Djoko membeli Northstar, sehingga membuatnya memiliki 65 persen perusahaan.

Saham itu kemudian diperdagangkan dan menghasilkan dua kali lipat pada 12 bulan terakhir. Akhirnya, membuat Djoko termasuk ke dalam jajaran miliuner dunia. Dia membuat debutnya pada urutan 25 dalam jajaran orang terkaya Indonesia, dengan kekayaan bersih sebesar US$ 1,04 miliar.

Djoko yang menjual bisnis supermarket beberapa tahun lalu masih mengembangkan minimarket yang nyaman dan terjangkau. Penjualan pada sektor itu tumbuh rata-rata 15-20 persen setahun. Alfamart, dengan 5500 toko melayani lebih dari 2 juta pelanggan setiap hari dan mempekerjakan lebih dari 57 ribu orang. Alfamart telah memimpin transisi dari toko-toko kayu di pinggir jalan yang menjual barang meragukan menjadi minimarket modern dengan produk yang dapat diandalkan dengan harga yang sama atau lebih baik. Mereka masih berniat membuka 800 outlet pada 2012.

Djoko Susanto adalah pemilik Alfamart yang merupakan salah satu super market yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Dengan semakin meluasnya jaringan untuk Alfa Mart, semakin besar pula keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha ini. Dari sinilah beliau dikenal oleh banyak orang dan mulai menjadi orang kaya raya baru di tanah air.




Sumber :
http://www.tempo.co
http://www.orangterkayaindonesia.com

No comments :

Post a Comment