Tuesday, December 17, 2013

Survey tentang MLM

  

Kita memang tak bisa menafikan, sebagian masyarakat negeri ini belum sepenuhnya mempersepsi secara positif bisnis MLM. Banyak orang yang alergi begitu mendengar kata MLM. 

Mereka yang antipati terhadap MLM menilai bahwa memasuki bisnis itu hanya mengomersialisasi hubungan personal yang tulus yang telah terjalin, demi kepentingan perusahaan MLM. Wajar bila menurut survei internal SWA, 
- 45% merasa tak peduli dengan MLM
- 39% yang mempersepsi sebagai sesuatu yang baik
- 19% responden mempersepsi MLM sebagai sesuatu yang buruk dan 

Di Indonesia yang notabene konfigurasi pasarnya lebih didominasi saluran tradisional, seperti warung dan jenis gerai masif lainnya, harus diakui, pola-pola MLM masih dianggap hal baru. Hanya saja, sikap kurang kondusif terhadap MLM juga dilatarbelakangi pengalaman mereka yang pernah mencoba bergabung dengan bisnis ini, tapi ternyata hasilnya jauh dari fantasi mereka sebelumnya. 

Rata-rata mereka kurang puas selama bergabung MLM. Ini juga terlihat dari survei SWA: 
- 45% yang menyatakan tingkat kepuasannya biasa saja . 
- 22% sangat puas
- 22% responden menyatakan tak puas
- 11% yang menyatakan puas

Jelas, kenyataan ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pengelola MLM untuk meningkatkan kualitas sistem kerja jaringannya, khususnya pola profit sharing buat para anggota.

Lalu, menarik pula mengamati temuan tentang motivasi masyarakat membeli produk MLM. Kini, masyarakat luas memang dimungkinkan membeli produk MLM tanpa harus menjadi anggota terlebih dulu sebelumnya, orang hanya boleh membeli produk kalau sudah menjadi anggota jaringan MLM. 

Agaknya, ini menjadi strategi para pengelola MLM untuk memperluas pasar. Dari mereka yang sering membeli produk-produk MLM, memberikan alasan 
- Sebagian besar (24%) memberikan alasan karena kualitas produk. Secara tak langsung, ini mengindikasikan produk MLM diakui berkualitas tinggi. 
- Kemudahan mendapatkan 18%.
- Yang membeli produk MLM karena ingin coba-coba hanya 10%, 
- Alasan harga 12%, 
- Manfaat 8%

Sebenarnya, temuan tentang alasan masyarakat membeli produk MLM itu sangat sesuai dengan tingkat kepuasan produk MLM. Survei SWA menunjukkan, 
- Lebih dari separuh (52%) responden yang ditanya mengatakan puas terhadap produk MLM. 
- Yang menyatakan biasa saja 43% 
- Yang tidak puas hanya 5%. 

Ini sejalan dengan temuan sebelumnya yang memperlihatkan, produk MLM dipersepsi punya kualitas yang sangat baik. Tampaknya, hasil ini tak lepas dari strategi produksi para pengelola MLM belakangan ini. Pasalnya, meski sejumlah perusahaan MLM mengalihdayakan pembuatan beberapa produknya ke perusahaan non-MLM lokal, biasanya mereka menetapkan persyaratan high grade product. Akibatnya, meski rata-rata produk MLM jauh lebih mahal dari produk non-MLM, kualitasnya cukup sebanding dengan harganya.

Informasi yang tak kalah menarik, tentang produk MLM pilihan reponden. Hingga kini, produk yang diminati masih berkisar pada produk yang dipasarkan perusahaan MLM yang sudah lama berdiri dan lebih dulu dikenal. Perusahaan itu, antara lain, 
- CNI (33%), 
- Oriflame (25%), 
- Sophie Martin (15%), 
- Amway (13%), 
- Tianshi (6%), 
- lain-lain (8%). 

Temuan ini tentu saja memiliki banyak makna. Di antaranya, penetrasi pemain baru di luar 6 besar itu harus ditingkatkan lagi agar produknya makin dikenal dan kemudian dipilih (dibeli) masyarakat. Oriflame perlu mendapat catatan tersendiri karena meski relatif baru, mereka bisa mendapatkan pangsa cukup besar (25%). Terlebih, perusahaan ini bermain di segmen fashion yang biasanya tak lebih besar kuenya dari produk makanan dan minuman.


Sumber : 
http://swa.co.id
(artikel tanggal September 21, 2006)

No comments :

Post a Comment