Friday, January 31, 2014

Febrianti : pemilik Amleera Yoghurt



Febrianti, pemilik nama Amleera Yoghurt, mengalami kebangkrutan di saat pertama kali memulai usaha, namun tak membuatnya menyerah. Dan tekad pantang menyerahnya itulah yang membuatnya kemudian hari meraih sukses.

Febrianti atau Pepew ini memulai usahanya pada bulan Maret 2010. Selain itu Ia juga benar-benar nekat dalam membuka usahanya waktu itu. Di usia 19 tahun Memulai usaha dengan modal hasil utang Rp 24 juta, jumlahnya yang tak kecil untuk seorang mahasiswi. Selain itu yang membuat Pepew terlihat nekat, ia juga berani meminjam uang hingga ke kepala jurusannya.

“Saya juga bingung waktu itu tidak malu sama sekali untuk utang. Padahal kalau sekarang bayangin, kayaknya malu banget kalau harus melakukan lagi,” kenang Pepew.

Dan satu lagi mengapa bisa dibilang nekat karena Pepew saat itu tidak punya pengalaman sama sekali dalam menjalankan bisnis yoghurtnya. Ia hanya merasa tertantang setelah mengikuti training kewirausahaan dengan pembicara Rendy Saputra.

“Saya ingat sekali waktu itu kang Rendy bilang kalau ingin belajar renang tidak bisa dengan hanya membaca buku atau baca sumber dari internet. Harus nyemplung ke kolam,” lanjut Pepew.

Kata-kata Rendy tersebut kemudian langsung memancing jiwa muda Pepew untuk memulai usaha. Dari modal Rp 24 juta tersebut, ia membuka toko yoghurt—minuman kesukaannya—di Jalan Trunojoyo, Bandung, Jawa Barat.

Dari kenekatannya tersebut ternyata oleh civitas akademik di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis , Universitas Pendidikan Bandung (UPI) dianggap brilian dan ia dinobatkan sebagai ikon Young Womanpreneur di kampusnya. Tentu saja hal tersebut membuatnya bangga dan semakin bersemangat untuk menjalankan usaha. Sayangnya kebanggaan tersebut tidak lebih dari dua bulan.

Usai dua bulan menjalankan usaha, hasilnya tidak semanis dengan gelar Womanpreneur yang disandangnya. Tidak ada keuntungan berlimpah yang masuk ke kantongnya. Justru yang datang tagihan-tagihan dari para kreditor yang meminta hak mereka untuk dikembalikan.

Sementara itu uang modal yang tersisa tinggal Rp 1 juta. Lunglai rasanya dan dengan berat ia menutup tokonya yang hanya bertahan selama dua bulan.

“Rasanya malu sekali waktu itu. Untuk menutup usaha tersebut saya benar-benar hampir tak punya muka. Bagaimana saya yang dijadikan ikon entrepreneur muda menjalankan usaha dua bulan saja sudah tutup. Apalagi untuk ke kampus bertemu dengan teman-teman, berat sekali rasanya,” kenang Pepew.

Lalu Ia pun kemudian menemui Rendy Saputra untuk melakukan protes. Rendy pun mencoba mengembalikan semangat Pepew untuk tetap tegar dan mencoba sekali lagi. Namun hampir tak ada kata yang masuk di ingatan Pepew karena frustasinya waktu itu. Yang ada di pikirannya hanyalah sang motivator telah menjerumuskan dirinya ke jurang utang yang cukup besar, bagi seorang gadis seumurnya.

“Saya seperti disuruh terjun payung, tapi tidak dibekali parasut. Setelah saya jatuh dan tak ada yang menolong,” katanya

Pepew pun mulai merenungi nasibnya. Ia merasa orang paling bodoh di dunia, karena tanpa pengalaman bisnis sedikit pun berani nekat meminjam uang sebesar itu. Tagihan dari para kreditor tetap deras mengalir kepadanya. karena beban mental dan beban utang untuk pergi ke kampus saja rasanya terasa semakin berat,. Tapi renungannya berujung pada satu kesimpulan utang adalah kewajiban dan itu harus dibayar.

Bermodalkan sisa uang Rp 1 juta, ia pun memulai usahanya dengan membuka gerai yoghurt lagi dengan hanya sebuah meja kecil di pinggir jalan di dekat rumahnya. Namun kali ini tanpa ada karyawan yang membantu. Ia membuka toko pinggir jalannya pada bulan Agustus 2010 di bulan Ramadhan, 2 bulan setelah tokonya tutup. Akhirnya niat baiknya untuk bisa melunasi hutang2nya ternyata berbuah manis. Di akhir bulan ketika menghitung omzet warung pinggir jalannya, ternyata hasilnya cukup mengagetkan.

Ia mendapatkan omzet Rp 10 juta hanya dengan bermodal meja 1×1 meter dan berjualan di pinggir jalan. Hal inilah membuat Pepew bersemangat lagi. Rasa malu yang ada di wajahnya langsung ia tanggalkan dan melanjutkan usaha ini dengan percaya diri.

Dari omzet Rp 10 juta tersebut ia mulai mencicil utangnya. Dan toko di pinggir jalannya tersebut ternyata cukup ampuh. Dalam kurun waktu tiga bulan omsetnya terus menanjak dan dia sudah bisa membuka gerai lagi di kampusnya. Sedangkan Warung pinggir jalan Pepew sedikit demi sedikit mulai membuatnya tenar.

Ia tak harus tertunduk malu ketika ke kampus. Dan yang paling membuat bangga tentu saja sedikit demi sedikit ia berhasil melunasi utangnya dan semua bisa diselesaikan setelah enam bulan.

Toko meja pinggir jalan menjadi titik awal kebangkitan bagi Pepew. Saat ini dia sudah memiliki kedai di Jalan Cihaurgeulis No .4 Bandung. Selain itu ada dua gerai lagi di Bandung dan masing-masing satu di Jakarta dan Cirebon.

Setelah merasakan pahitnya terjebak di dalam kegagalan dan manisnya keberhasilan, Pepew masih punya mimpi untuk membuka pusat jajalan yoghurt dengan konsep bar.

Jatuh bangunnya Pepew inilah yang membuatnya memilih nama brand Almeera yang artinya cewek yang tangguh.
“Saya sadar sekarang bahwa yang bisa membuat saya bangkit itu bukan orang lain, tapi diri kita sendiri,” tutup Pepew.

Sumber :
http://finance.detik.com

No comments :

Post a Comment