Sunday, May 25, 2014

Sukses Bisnis Kue Lapis dengan Modal Rp 500.000


Rizka Wahyu Romadhona merupakan juara 1 Wirausaha Muda Mandiri pada tahun 2012. Wanita ini sukses menjalankan usaha Kue Lapis Bogor, yang ia rintis sejak 2011 lalu. 

Awalnya Rizka mendirikan usaha Kue Lapis Bogor hanya bermodal Rp 500.000. Usaha ini awalnya hanya usaha rumahan dengan omzet penjualan yang tidak terlalu besar.

Pada tahun 2012 Rizka mencoba mendaftar sebagai peserta Wirausaha Muda Mandiri yang diselenggarakan Bank Mandiri. Tekatnya yang bulat untuk terus berusaha akhirnya membuahkan hasil. 

Pada acara itu, Rizka bersama usahanya berhasil menjadi juara Wirausaha Muda Mandiri. Rizka masih ingat saat datang ke Jakarta waktu itu sedang dalam keadaan hujan deras, namun hal itu tidak menurunkan niatnya untuk mengikuti lomba.

"Saya masih sangat ingat saat itu hujan deras sekali, dan mungkin saya satu-satunya peserta dari Bogor yang datang ke acara tersebut," katanya kepada detikFinance kemarin di Jakarta.

Banyak perkembangan yang ia dapat setelah menjadi pemenang dalam acara Wirausaha Muda Mandiri,antara lain soal pemasaran. Setelah menjadi pemenang banyak media yang meliput sehingga semakin banyak pula orang yang tahu produk dan bisnisnya. Selain itu Rizka juga diajarkan dalam hal efisiensi produksi dan juga sistem pembukuan yang lebih sistematis dan terperinci.

"Berkat menjadi juara di Wirausaha Muda Mandiri membuat semakin banyak media yang meliput, sehingga membuat semakin banyak orang yang tahu kue lapis Bogor. Sehingga semakin ramai pula outlet saya," katanya.

Kini usaha kue lapis Bogor miliknya mampu terjual 1.000 boks Kue lapis Bogor setiap hari. Dengan nama 'Sangkuriang, Oleh Oleh Cita Rasa Bogor' produknya terdiri dari varian menu antaralain lapis Bogor original, green tea, brownies keju dan brownies polos harga yg dipatok berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 30.000. 

Bahkan saat ini banyak orang Jakarta yang datang ke Bogor hanya untuk membeli produknya. Hebatnya lagi saat ramai para pelanggan bisa antre hingga 2 jam untuk mendapatkan produk kue lapisnya. Outletnya mulai dibuka dari jam 07.00 hingga jam 20.30 malam ini beralamat di Jalan Pajajaran No 20, Bogor.

"Saat ini kami mampu menjual 1.000 boks setiap hari, sekarang juga banyak orang yang datang ke Bogor hanya untuk beli kue lapis," ucapnya sumringah.

Kejelian perempuan yang besar di Bogor ini dalam membaca peluang di Kota Hujan, membuat kue buatannya, Lapis Bogor Sangkuriang laris manis diburu pembeli. Padahal, Rizka Wahyu Romadhona sempat sukses lewat usaha bakso yang memiliki 20 cabang dengan sistem kemitraan. Namun akibat ada mismanagement, omzet terus menurun dan akhirnya mengalami kebangkrutan. “Tak hanya itu, cicilan rumah kami empat bulan tak bisa terbayar, mobil terpaksa dijual, tiga motor operasional pun ditarik kembali oleh leasing,” ujar Rizka saat ditemui di tempat usahanya.

Kondisi keuangan yang benar-benar minus, memaksa Rizka berpikir keras akan penganan yang bisa dijual tapi punya keunikan. Akhirnya, terbersit ide membuat oleh-oleh berupa kue lapis talas dengan nama Lapis Bogor Sangkuriang. “Kami terinspirasi dari lapis Surabaya. Jadi, kenapa di Bogor tidak ada lapis Bogor? Bogor, kan, kota pariwisata. Tiap akhir pekan selalu macet oleh wisatawan. Kami pikir, jika bisa menjaring 10 persen saja dari mereka untuk beli produk kami, sudah lumayan.”

Nah, lantaran Bogor identik dengan talas, maka jenis umbi-umbian ini pun diolah jadi makanan modern. Padahal, Rizka mengakui, dirinya tak mahir membuat kue. Ia hanya coba-coba memodifikasi resep yang dipelajari dari ibunya. “Kebetulan Ibu suka bikin kue rumahan. Saya juga pernah bikin kue. Tapi yang saya bisa, ya, lapis Bogor ini.”

Hanya bermodal Rp500 ribu dari peninggalan bisnis bakso, Rizka dan sang suami bergerilya membeli bahan baku dan alat pengukus. Oleh karena dikerjakan hanya berdua, mereka memulai produksi sejak pukul 06.00 hingga pukul 04.00 esok harinya. Tak punya outlet untuk menjual produknya, mereka pun mendatangi kantor-kantor juga orang terdekat. Seperti setelah mendapat pesanan dari tetangga, Rizka mulai menawarkan kue lapisnya ke teman-teman kampus, keluarga lain, kelompok pengajian, dan komunitas, seperti komunitas entrepreneur.

Tak patah arang, ia juga menjajal ke instansi pemerintah. Beruntung pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) merespons baik, bahkan Rizka ditawari menjadi mitra binaan mereka. “Saya sering diajak pameran dan mendapat berbagai pelatihan. Saya juga coba masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, karena di kemasan kue lapis ini tercantum slogan “Visit Bogor”. Alhamdulillah, respons mereka juga positif.”

Selanjutnya, bisa ditebak, kue lapis Rizka makin merajalela. Produknya dikenalkan ke Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota dan Kabupaten Bogor. Semula hanya satu, lapis Bogor keju. Tapi sekarang ada lapis Bogor talas, lapis Bogor Brownies talas, dan lapis Bogor teh Bogor (green tea). “Kini dalam proses produksi kami berusaha meminimalisir sentuhan tangan selama proses produksi. Jadi hampir semua proses menggunakan mesin, termasuk mengoles krim lapisannya.”

Begitu pun dalam penggunaan kemasan. Rizka mendapat banyak pembelajaran. “Setelah ikut beberapa pelatihan saya baru sadar, packaging itu penting banget. Jadi saya mulai ganti kemasan pakai boks. Hasilnya, orang jadi makin tertarik dan lonjakan penjualannya lumayan.”

Dari hanya dua boks, kini hasil penjualan mencapai 2.000 boks per hari dengan harga Rp25-30 ribu per boks. Outlet pertama berada di Jalan Baru (Jalan Soleh Iskandar), Bogor, sejak Desember 2011. Empat bulan kemudian, ia membuka outlet di Jalan Pajajaran dan di Puncak pada Desember 2012. Semakin berkembang, Rizka juga sudah punya pabrik sendiri di Tanah Baru, Bogor.

Ciri khas lapis Bogor ini tentu menggunakan talas, teksturnya sangat lembut, dan rasanya tak terlalu manis. Biasanya dijadikan oleh-oleh, dikonsumsi sendiri, arisan, rapat, dan lainnya. “Kami juga sering diminta Istana Negara di Bogor dan Cipanas untuk berbagai acara. Ketika Ibu Ani Yudhoyono ulang tahun beberapa waktu lalu, kue kami dijadikan sebagai suvenirnya. Artis juga banyak yang beli ke sini. Mereka tahu dari media dan sosial media.”

Saking larisnya jumlah pembelian lalu dibatasi maksimal lima boks per orang. Bukan apa-apa, sebab baru satu jam dikirim, kue sudah habis karena satu orang bisa beli dalam jumlah banyak. Sehingga, pembeli berikutnya tak kebagian, terutama wisatawan yang datang dari luar kota di akhir pekan.

Ternyata setelah ditilik, orang yang beli dalam jumlah banyak ini menjualnya lagi dengan mobil di tempat parkir depan outlet milik Rizka. Selain dipatok dengan harga tinggi, kue itu tak bisa dijamin kualitasnya. Komplain pun pernah ia terima meski si pembeli tak beli kue langsung di outlet miliknya. “Kue lapis Bogor ini tak menggunakan pengawet, sehingga rentan terhadap panas. Jika biasanya masa kedaluwarsanya empat hari, bisa jadi akhirnya cuma dua hari karena dijual di tempat yang terkena sinar matahari.”

Lewat akun Facebook Lapis Bogor dan Twitter @LapisBogor Rizka pun bertekad terus mengelola usahanya tanpa sistem waralaba. “Dulu, cuma saya dan suami yang kelola. Sekarang suami hanya mengurusi operasional, sementara saya mengurusi manajemen,” ujar peraih beberapa penghargaan wirausaha ini.


Sumber :
http://finance.detik.com
http://www.tabloidnova.com

No comments :

Post a Comment